Dalam
rangka meningkatkan budaya literasi, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang
Jember mengadakan Sarasehan di Aula Dispendik Kabupaten Jember pada Sabtu
(17/03/2018). Acara tersebut sebagai bentuk peringatan Milad IMM yang ke 54.
Dengan
mengusung tema “Mewujudkan Budaya Literasi pada Era Milenial”, kegiatan yang
berlangsung sejak pukul 08.00 WIB ini menghadirkan 3 pemateri yang mumpuni di
bidang literasi. Fatur Rachman, salah satu tokoh perwakilan dari Perpustakaan
Daerah Jember. Iman Suligi, penggiat literasi pendiri Kampoeng Batja Jember. Lilik
Niamah, STP, M.Si, seorang politisi yang kini menjabat sebagai anggota DPRD
Komisi D.
Dalam
sambutannya Ketua umum IMM Cabang Jember, Fendi Pradana menyampaikan secara
substansial bagaimana cara meningkatkan budaya literasi serta buah yang
dihasilkan dari literasi itu sendiri. Sarasehan kemudian secara resmi dibuka
oleh Kabid Organisasi DPD IMM Jatim Andreas Susanto.
Melihat masih rendahnya budaya literasi di Indonesia,
masing-masing pemateri memaparkan pandangan dan pengalamannya sesuai budaya
dari IMM. Mengingat ketiga pemateri tersebut adalah aktivis yang dominan berasal dari Muhammadiyah.
Literasi sendiri memiliki makna luas, bukan hanya sebatas
baca tulis saja. Kebiasaan seseorang untuk mampu memanfaatkan informasi yang
tersedia bagi kemaslahatan, sehingga alam semesta pun merupakan bagian dari
literasi selain 2 sumber dasar yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits.
5 Konsep literasi islam yang dijabarkan oleh Fatur Rachman,
“Terus belajar, tepat memilih, memberi bukan meminta, memanfaatkan bukan
madharat, dan lomba yang baik”. Konsep
tersebut disampaikan di dalam forum untuk memberikan gambaran bagaimana
literasi yang baik sesuai dengan ajaran Islam.
Petuah lain disampaikan oleh Iman Suligi, “Imagination more important than knowladge”.
Beliau bercerita, bagaimana literasi selalu menjadi bagian dari perjalanan
hidupnya. Bagaimana beliau selalu mengambil manfaat dari literasi. Kampoeng
Batja, adalah bukti dari proses panjang perjuangannya dalam dunia literasi.
Beliau berpesan, bahwa membaca harusnya bukan hanya menjadi aktivitas,
melainkan karakter. Kemudian dalam closing statementnya
penggiat literasi tersebut mengatakan, “jangan malas dalam kenyamanan”.
“Ketika kita membaca, sama halnya dengan menghargai karya
orang lain”, pandangan yang disampaikan oleh Ibu Lilik. Sebagai seorang
politisi, beliau mengatakan bahwa penyumbang kemiskinan terbesar adalah di
daerah perkebunan. Hal tersebut terjadi didukung dengan tingginya angka buta
huruf. Dengan adanya maslaah sosial tersebut, beliau memiliki keinginan besar
menjadikan Kabupaten Jember menjadi Kabupaten layak anak, dengan pesan dalam
slogan yang diucapkannya “Muda, beda, berbudaya”.
Sarasehan dengan ketiga tokoh tersebut, hendaknya menjadi
pancaran positif bagi kita aktivis IMM yang dalam geraknya tidak bisa jauh dari
yang namanya Literasi. Agar kita selalu terdogma bagaimana mengambil ilmu dari
sumbernya, bukan sekadarnya.
Fastabiqul
khairaat, Berkompetisis menggapai surga.